Rabu, 27 Mei 2015

BELAJAR PEMBELAJARAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

BELAJAR PEMBELAJARAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Disusun Oleh:
Wanda Eka Putri                     11140130000058
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI  SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
A.   Definisi tentang Psikologi Pendidikan
Definisi psikologi pendidikan menurut Witherington dalam bukunya Educational psyhology terjemah M. Buchori (1978) memberikan definisi psikologi pendidikan sebagai A systematic study of the process and factors involved in the education of human being is called education psychologi, yakni bahwa psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia.
            Istilah “proses” dalam definisi-definisi tersebut terutama proses yang disebutkan dalam definisi Witherington itu sesungguhnya amat sulit dipahami subtansinya (watak isinya), karena sifatnya abstrak. Oleh karena sebab itu, menurut sebagian ahli, definisi yang langsung menyebutkan penyelidikan terhadap proses belajar atau mengajar akan lebih pas jika digantikan dengan manusia yang belajar atau mengajar. Apabila anda sedang mempelajari atau memantau seseorang siswa yang sedang berpikir untuk memecahkan masalah matematika misalnya, maka yang anda pelajari sesungguhnya adalah siswa tersebut, bukan prosesnya karena proses memikirkan soal matematika tersebut tak mungkin dapat anda pelajari, lebih-lebih jika secara langsung. Anda hanya bisa menarik simpulan bahwa siswa tersebut sedang berpikir (memecahkan soal-soal matematika) dari fenomena (gejala-gejala) yang tampak pada diri siswa yang sedang anda pantau itu.
‘pandangan penulis mengenai teori definisi yang dikemukakan oleh seorang tokoh psikolog, yaitu Witherington teori definisi tentang psikologi pendidikan yang yang didalam isinya teori tersebut sangat memperhatikan proses dalam suatu gejala yang terjadi yang menyangkut dari berbagai aspek-aspek serta macam faktor yang berhubungan dengan terjadinya didalam suatu pendidikan manusia ’.
B.   Manfaat Ilmu Psikologi
Terdapat banyak manfaat belajar ilmu psikolog belajar dari ilmu psikolog bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku manusia yang kompleks dapat menjadi hal yang menarik serta berguna untuk mempelajari alasan yang memotivasi perilaku tertentu. Belajar psikolog akan memberikan pemahaman yang lebih baik dari orang- orang dan anda akan dapat menggunakan pengetahuan
ini dalam situasi dalam kehidupan sehari-hari.
 Dalam ilmu hukum, hal ini juga membuat ilmu psikolog erat hubungannya dengan ilmu kriminologi. Selain itu psikolog juga bermanfaat untuk memacu serta memotivasi diri, dapat membuat pola dan tingkah laku sepaerti halnya seorang pemimpin dan lebih mudah dalam pemecahan suatu masalah, meningkatkan cara dalam berkomunikasi dan keterampilan dalam berkomunikasi serta dapat meningkatkan suatu pemahaman, belajar berempati terhadap orang lain dan ber adapti dalam lingkungan.
C.   Metode Psikologi Pendidikan
Pada umumnya para ahli psikologi pendidikan melakukan riset psikologi di bidang kepedidikan dengan memanfaatkan beberapa metode penelitian tertentu seperti: a) eksperimen; b) kuesioner; c) studi khusus; d) penyelidikan klinis; dan e) observasi naturalistik. Disamping itu lima macam metode diatas, H.C Witherington menyebutkan satu metode lagi yang bernama metode filosofis atau spekulatif. Namun, penyusunan tidak merasa perlu memperbincangkan lebih jauh mengingat metode tersebut kurang populer dan belum dapat diterima eksistensinya oleh banyak para ahli.
‘Metode yang memudahkan saya dalam mempelajari ilmu psikologi pendidikan  yaitu dengan metode observasi naturalistik.’
Metode Observasi Naturalistik
Metode observasi Naturalistik (naturalistik observasion) adalah sejenis observasi yang dilakukan secara alamiah. Dalam hal ini, penelitian berada di luar objek yang diteliti atau tidak menampak diri sebagai orang yang sedang melakukan penelitian.
Pada umumnya, observasi naturalistik lebih banyak digunakan oleh para ahli ilmuan hewan (ethologist) untuk mempelajari perilaku hewan tertentu, misalnya perkembangan perilaku ikan jantan terhadap ikan betina (Lazerson, 1975) kemudian, metode observasi naturalistik digunakan oleh psikolog sosial untuk meneliti sekelompok orang yang memerlukan terapi (perawatan dan pemulihan) yang bersifat kemasyarakatan, selajutnya metode ini juga digunakan oleh para psikolog perkembangan, para psikolog kognitif, dan para psikolog pendidikan.
Dalam hal penggunaannya bagi kepentingan peneliti psikolog pendidikan, seorang peneliti atau guru yang menjadi asistenya dapat mengaplikasikan metode observasi ilmiah itu lewat kegiatan pengajaran atau mengajar-belajar dalam kelas reguler yakni kelas tetap dan biasa, bukan kelas yang diadakan secara khusus. Selama proses mengajar-belajar berlangsung, jenis perilaku sisa yang diteliti (misalnya, kecepatan membaca) dicatat dalam  lembar format observasi yang khusus dirancang sesuai dengan data dan informasi yang akan dihimpun.
‘ pandangan penulis mengenai metode yang memudahkan untuk belajar psikolog pendidikan yaitu dengan cara Metode observasi Naturalistik (naturalistik observasion) karena di dalam metode tersebut dilakukan secara ilmiah dengan cara observasi jadi, apa yang kita teliti itu sudah ada data informasi yang memudahkan kita untuk mengkaji serta mendefinisikan ilmu dari psikolog pendidikan itu sendiri. ‘
D. Pertumbuhan dan Perkembangan

Hal yang menyenangkan yang menyangkut belajar ilmu psikolog dengan adanya  pembelajaran Pertumbuhan dan Perkembangan yaitu bahwa pertumbuhan dan perkembangan mengandung pengertian adanya perubahan dan pertambahan yang terjadi dalam tubuh manusia, yaitu pertumbuhan dimaksudkan suatu perubahan-perubahan secara kuantitatif yang berhubungan dengan fisik, misalnya: perubahan kecil menjadi besar, perubahan pendek menjadi panjang atau tinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan-perubahan yang bersifat kualitatif yang berkaitan dengan fungsi-fungsi psikis (kejiwaan) dan fisik (organ tubuh). Fugsi-fungsi fisik dan psikis ini mengadakan perubahan yang sifatnya Sederhana menjadi lebih sempurna jadi, kita pun sebagai pembelajar menjadi lebih tau tentang pertumbuhan serta perkembangan diri kita sendiri.
E.    Teori Belajar dalam Psikologi Pendidikan
Teori-teori pokok belajar secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat tiga macam yang sangat menonjol, yakni Connectionism (koneksionisme), Classical Conditioning (pembiasaan klasik), Operant Conditioning (pembiasaan perilaku respons). Teori-teori  tersebut merupakan ilham yang mendorong para ahli melakukan ekperimen lainya umtuk mengembangkan teori baru yang juga berkaitan dengan belajar sepeti Contiguos Conditioning (Guthrie), Sign Learning (Tolman), Gestalt Theory, dan lain sebagainya
            ‘Teori yang penulis ambil adalah Teori  Connectionism (koneksionisme) dan akan mendefinisikanya serta berpendapat tentang isi teori tersebut’
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang dikemukakan dan dikembangkan oleh Edard L. Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an.eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.
            Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak beruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa yang tersedia didepan sangkar tadi.
            Kemudian bagian dalam sangkar yang disebut Puzzle Box (peti teka-teki) itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kucing untuk bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada dimuka pintu. Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakar, dan melompat, namun gagal membuka pintu tersebut. Akhirnya, entah bagaimana, secara kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar tersebut. Eksperimen Puzzle Box ini kemudian terkenal degan nama instumental conditioning, yang artinya tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai instumental (penolong) untuk mencapai hasil (Hintzman,1978)
Berdasarkan eksperimen diatas , Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya, teori Koneksionsme juga disebut “S-R bond Theory” dan “S-R Psychology of learning” selain itu teori ini juga dikenal sebutan “Trial and Error Learning”. Istilah ini menunjukan pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan (Hilgard&Boer,1975)
‘ pendapat penulis atau sebuah komentar penulis mengenai teori belajar tersebut adalah apabila suatu respon itu adalah stimulus maka yang terjadi didalam sebuah proses dan diakhir proses tersebut maka akan mendapatkan suatu hasil atau ganjaran yang dikehendaki, namun apabila respon atau pun stimulus itu tidak bekerja maka itu bukan dari kegiatan belajar walau pun itu dalam ruang lingkup belajar’.
F.    Multiple Intelligence dalam Psikologi Pendidikan
Seorang ahli riset dari Amerika, Prof. Howard Gardener, mengembangkan model kecerdasan “multiple intelligence” yang artinya bermacam-macam kecerdasan. Maksudnya setiap orang memilki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Yang di maksud kecerdasan menurut Gardener adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuh kembangkan. Dan kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat tetap, ia adalah kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkan dan dikembangkan. Menurutnya dalam setiap diri manusia ada 8 macam kecerdasan.
1.      Kecerdasan Linguistik
2.       Kecerdasan Logika Matematika     
3.      Kecerdasan Intrapersonal
4.      Kecerdasan Interpersonal
5.      Kecerdasan Musikal
6.      Kecerdasan Visual dan Spasial
7.      Kecerdasan Kinestetik Jasmani
8.      Kecerdasan Naturalis

‘Penulis mengabil salah satu intelligensi yang memang dimiliki yaitu kecerdasan Interpersonal serta beberapa cara dan metode untuk mengembangkannya’
Kecerdasan Interpersonal 
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain. Seseorang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi biasanya mempunyai banyak teman, mudah bergaul,
menghargai orang lain. Inti dari kecerdasan interpersonal adalah kerjasama. Tiga alasan mendasar pentingnya memiliki kecerdasan interpersonal, yaitu :
1) Membangun jiwa sosial. 
2) Membantu keberhasilan kerja.
3) kecerdasan emosi dan fisik.
Metode mengembangkan kecerdasan interpersonal, antara lain :
1) Memahami perasaan orang lain. 
2) Berteman dengan mudah.
Memberikan kebebasan kepada anak untuk berkenalan dengan teman-teman akan menumbuhkan jiwa sosial pada anak. karena dengan perkenalan yang baik, akan membentuk persahaban yang baik juga.
3) Bermain antri dan kerjasama. Kemampuan kerjasama dirancang agar anak tidak minder.
4) Bermain memecahkan masalah sederhana.

G.   Motifasi Internal dan Eksternal
Motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti manggerakkan. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu,dan yang memberikan arah serta ketahana (persistence) pada tingkah laku tersebut.       
Motivasi seseorang dapat bersumber dari dalam diri sendiri, yang dikenal sebagai motivasi internal motivasi ini adanya karena seseorang tersebut senang melakukannya seperti seseorang yang ingin membaca sebuah buku dikarnakan ia ingin mengetahui apa isi dari buku  tersebut bukan karna adanya suatu alasan atau pun  dorongan dari luar,
Serta dari luar seseorang yang dikenal sebagai Motivasi eksternal motivasi ini mondorong terhadap perilaku seseorang yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya. Orang tersebut berbuat sesuatu karena ada dorongan dari luar seperti adanya hadiah dan menghindari hukuman.
‘Motivasi yang mempengaruhi penulis terhadap pembelajaran dalam jurusan Pendidikan dan Sastra Indonesia adalah adanya suatu tujuan yang ingin di capai melalui perilaku tertentu dan memacu diri diikuti dengan tekat dan kerja keras  untuk melakukan aktivitas perkuliahan dan pembelajaran dengan maksimal demi tercapainya suatu tujuan dan hasil yang baik’

H.   Teori Belajar dalam Psikologi Pendidikan
Aliran psikologi humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa esensinya manusia itu baik menjadi dasar keyakinan dan mengajari sisi kemanusiaan. Psikologi humanistik utamanya didasari atas atau merupakan realisasi dari psikologi eksistensial dan pemahaman akan keberadaan dan tanggung jawab sosial seseorang. Dua psikolog yang ternama, Carl Rogers dan Abraham Maslow, memulai gerakan psikologi humanistik perspektif baru mengenai pemahaman kepribadian seseorang dan meningkatkan kepuasan hidup mereka secara keseluruhan.
Psikologi humanistik adalah perspektif psikologis yang menekankan studi tentang seseorang secara utuh. Psikolog humanistik melihat perilaku manusia tidak hanya melalui penglihatan pengamat, melainkan juga melalui pengamatan atas perilaku individu mengintegral dengan perasaan batin dan citra dirinya.
Studi psikologi humanistik melihat manusia, pemahaman, dan pengalaman dalam diri manusia, termasuk dalam kerangka belajar dan belajar. Mereka menekankan karakteristik yang dimiliki oleh makluk manusia seutuhnya seperti cinta, kesedihan, peduli, dan harga diri. Psikolog humanistik mempelajari bagaimana orang-orang dipengaruhi oleh persepsi dan makna yang melekat pada pengalaman pribadi mereka. Aliran ini menekankan pada pilihan kesadaran, respon terhadap kebutuhan internal, dan keadaan saat ini yang menjadi sangat penting dalam membentuk perilaku manusia.
Pendekatan pengajaran humanistik didasarkan pada premis bahwa siswa telah memiliki kebutuhan untuk menjadi orang dewasa yang mampu mengaktualisasi diri, sebuah istilah yang digunakan oleh Maslow (1954). Aktualisasi diri orang dewasa yang mandiri, percaya diri, realistis tentang tujuan dirinya, dan fleksibel. Mereka mampu menerima dirinya sendiri, perasaan mereka, dan lain-lain di sekitarnya. Untuk menjadi dewasa dengan aktualisasi dirinya, siswa perlu ruang kelas yang bebas yang memungkinkan mereka menjadi kreatif.
Tujuan dasar pendidikan humanistik adalah mendorong siswa menjadi mandiri  dan independen, mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan tertarik dengan seni, dan menjadi ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka. Contohnya metode belajar dalam jurusan pendidikan dan sastra indonesia adalah dengan berdiskusi membicarakan tentang pembelajaran yang akan dibahas dalam mata perkuliahan.

I.       Ciri-ciri Guru Beraliran Behaviorisme
Guru beraliran behaviorisme memiliki ciri-ciri:
(1) memberikan pertanyaan kepada siswa,
(2) memberikan tugas kepada siswa,
(3) memberikan materi yang sama namun baru,
(4) mengajar dengan metode ceramah,
(5) memberikan tes/kuis,
(6) memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, dan
(7) memberikan hukuman ringan ketika siswa tidak mengerjakan tugas.
J.          Ciri-ciri Guru Beraliran Behaviorisme
Guru yang beraliran humanisme memiliki ciri-ciri :
(1) menentukan mateti pelajaran yang tepat dengan silabus dan kemampuan    siswa,
(2) mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar,
(3) merancang fasilitan belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran,
(4) membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya,
(5) membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya, dan
(6) membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata.
Daftar Pustaka
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.2010
Syah Muhibbin Dr. M. Ed. Psikologi belajar. Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu. 1999
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.2013
Siregar, Evelina dan Nara Hartini.Teori belajar dan Pembelajaran .Bogor: Ghalia Indonesia. 2010
http://www.infoanak.com/8-jenis-kecerdasan-anak-multiple-intelligence/

KREATIVITAS DALAM PANDANGAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PENGERTIAN KREATIVITAS

Salah satu masalah yang kritis dalam meneliti, mengidentifikasi, dan mengembangkan kreativitas ialah bahwa ada begitu banyak definisi tentang kreativitas, tetapi tidak ada satu definisi pun yang dapat diterima secara universal. Mengingat kompleksitas dari konsep kreativitas, agaknya hal ini tidak mungkin dan tidak perlu, karena kreativitas dapat ditinjau dari berbagai aspek, yang kendatipun saling berkaitan tetapi penekanannya berbeda – beda. Rodhes (1961, dalam Isaksen, 1987) dalam menganalisis lebih dari 40 definisi tentang kreativitas, menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi (person), proses, dan produk. Kreativitas dapat pula ditinjau dari kondisi pribadi dan lingkungan yang mendorong ( press) individu ke perilaku kreatif. Rodhes menyebut keempat jenis definisi tentang kreativitas ini sebagai “four p’s of creativity “,yaitu dimensi Person,Proses, Press dan Product. Kebanyakan definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari empat P ini atau kombinasinya. Keempat P ini saling berkaitan: pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam menghasilkan produk kreatif, dan dengan dukungan dan dorongan ( press) dari lingkungan menghasilkan produk kreatif. Torrance ( 1988) yang memilih definisi proses tentang kreativitas, menjelaskan hubungan antara keempat P tersebut sebagai berikut : dengan berfokus pada proses kreatif, dapat ditanyakan jenis pribadi yang bagaimanakah akan berhasil dalam proses tersebut, macam lingkungan yang bagaimanakah akan memudahkan proses kreatif, dan produk yang bagaimanakah yang dihasilkan dari proses kreatif?
Marilah kita melihat beberapa definisi tentang kreativitas berdasarkan empat P, menurut para pakar.
Definisi pribadi
Menurut Hulbeck (1945) “ tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya”. Fokus pada segi pribadi jelas dalam definisi ini.
Definisi yang lebih baru tentang kreativitas diberikan dalam “ three-facet model of creativity” oleh Sternberg (1988), yaitu “kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis : inteligensi, gaya kognitif, dan kepribadian/ motivasi. Bersama – sama ketiga segi dari alam pikiran ini membantu memahami apa yang melatarbelakangi individu yang kreatif “.
Inteligensi meliputi terutama kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan, perencanaan, perumusan masalah, penyusunan strategi, representasi mental, ketrampilan pengambilan keputusan, keseimbangan serta integrasi intelektual secara umum.
Gaya kognitif atau intelektual dari pribadi yang kreatif menunjukkan kelonggaran dari keterikatan pada konvensi menciptakan aturan sendiri, melakukan hal dengan caranya sendiri, menyukai masalah yang tidak terlau terstruktur, senang menulis, merancang, lebih tertarik pada jabatan yang kreatif, seperti pengarang, saintis, artis, atau arsitek.
Dimensi kepribadian/ motivasi meliputi cirri – ciri seperti fleksibilitas, toleransi terhadap kedwiartian, dorongan untuk berprestasi dan mendapat pengakuan, keuletan dalam menghadapi rintangan, dan pengambilan risiko yang moderat.
Definisi proses
Definisi pada dimensi proses upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif.
Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi). Selain pendapat yang diuraikan diatas ada pendapat lain yang menyebutkan proses terbentuknya kreativitas sebagai berikut :
Wallas (1976) dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001 mengemukakan empat tahap
dalam proses kreatif yaitu :

 Tahap Persiapan; adalah tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk
memecahkan masalah. Dalam tahap ini terjadi percobaan-percobaan atas dasar berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dialami.

Inkubasi; adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap ini berlangsung dalan waktu yang tidak menentu, bisa lama (berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun), dan bisa juga hanya sebentar (hanya beberapa jam, menit bahkan detik). Dalam tahap ini ada kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat kembali pada akhir tahap pengeraman dan munculnya tahap berikutnya.
  1. Tahap Iluminasi; adalah tahap munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk-bentuk cetusan spontan, seperti dilukiskan oleh Kohler dengan kata-kata now, I see itu yang kurang lebihnya berarti “oh ya”.
2.      Tahap Verifikasi; adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi tarhadap gagasan secara kritis, yang sudah mulai dicocokkan dengan keadaan nyata atau kondisi realita.
Dari dua pendapat ahli diatas memandang kreativitas sebagai sebuah proses yang terjadi didalam otak manusia dalam menemukan dan mengembangkan sebuah gagasan baru yang lebih inovatif dan variatif (divergensi berpikir).
Definisi produk
Barron ( 1969) menyatakan bahwa “ kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan / menciptakan sesuatu yang baru “. Begitu pula menurut Haefele ( 1962) “ kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi – kombinasi baru yang mempunyai makna sosial “. Definisi Haefele ini menunjukkan bahwa tidak keseluruhan produk itu harus baru, tetapi kombinasinya. Unsur – unsurnya bisa saja sudah ada lama sebelumnya. Definisi Haefele menekankan pula bahwa suatu produk kreatif tidak hanya harus baru tetapi juga diakui sebagai bermakna.
Definisi “ press”
Definisi dan pendekatan kreativitas yang menekankan faktor press atau dorongan, baik dorongan internal (diri sendiri) berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal (dari lingkungan sosial dan psikologis). Definisi Simpson (1982) dalam S. C. U. Munandar 1999, merujuk pada aspek dorongan internal dengan rumusannya sebagai “The initiative that one manifests by his power to break away from the usual sequence of thought”. Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang menghargai imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta inovasi. Kreativitas juga kurang berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan tradisi, dan kurang terbukanya terhadap perubahan atau perkembangan baru.
PENGERTIAN KEBERBAKATAN
Apa yang dimaksud “ keberbakatan” dan “ anak berbakat”? Dalam kepustakaan yang ditemukan berbagai istilah dan definisi mengenai anak berbakat dan keberbakatan. Istilah ini yang menunjukkan suatu perkembangan dari pendekatan “uni-dimensional” ( seperti definisi dari Terman yang menggunakan inteligensi sebagai criteria tunggal untuk mengidentifikasi anak berbakat, yaitu IQ 140) ke pendekatan “ multi-dimensional “. Pendekatan ini yang mengakui keragaman konsep dan kriteria keberbakatan, yaitu memerlukan cara – cara dan alat – alat yang berbeda – beda pula untuk mengidentifikasinya.
1.      Definisi ESOE tentang keberbakatan
Dalam seminar nasional mengenai Alternatif Program Pendidikan bagi Anak Berbakat yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan bekerja sama dengan Yayasan Pengembangan Kreativitas pada tanggal 12- 14 November 1981 di Jakarta ( Utami Munandar, 1982), disepakati bahwa :
Anak berbakat adalah anak yang oleh orang – orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan – kemampuan unggul. Anak – anak tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/ atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri.
Kemampuan – kemampuan tersebut, baik secara potensional maupun yang telah nyata, meliputi :
a.       Kemampuan intelektual umum
Para pendidik biasanya mendefinisikan hal ini berdasarkan skor yang tinggi dari hasil tes inteligensi (biasanya 2 deviasi standar di atas mean) pada pengukuran individual ataupun kelompok. Orang tua dan guru sering dapat mengenali anak yang memiliki bakat intelektual umum ini dari keluasan pengetahuan umumnya dan ketinggian tingkat kosa kata, ingatan, pengetahuan kata-kata abstrak, serta daya nalar abstraknya
b.      Kemampuan akademik khusus
Siswa yang memiliki bakat akademik spesifik dapat dikenali dari kinerjanya yang menonjol dalam tes prestasi atau tes bakat dalam satu bidang tertentu seperti bahasa atau matematika.
c.       Kemampuan berpikir kreatif – produktif
Kreativitas yang menekankan produktivitas kreativitas adalah munculnya hasil ide yang diperoleh melalui interaksi antara keunikan individu dengan lingkungannya
d.      Kemampuan memimpin
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengarahkan individu-individu atau kelompok-kelompok ke satu keputusan atau tindakan bersama. Siswa yang menunjukkan keberbakatan dalam kemampuan kepemimpinan mampu menggunakan keterampilan kelompok dan bernegosiasi dalam situasi- situasi yang sulit. Banyak guru dapat mengenali kepemimpinan dari minat dan keterampilan siswa dalam pemecahan masalah. Karakteristik kepemimpinan mencakup rasa percaya diri, tanggung jawab, kerjasama, kecenderungan untuk mendominasi, dan kemampuan untuk mengadaptasikan diri
dengan mudah pada situasi-situasi baru. Siswa seperti ini dapat diidentifikasi dengan instrumen-instrumen seperti The Fundamental Interpersonal Relations Orientation Behavior (FIRO-B).
e.       Kemampuan dalam salah satu bidang seni
Bakat seni merupakan keunggulan dalam menggambar, melukis, memahat, dan berbagai ekspresi artistik yang dapat ditangkap oleh mata. Sedangkan bakat pertunjukan menunjuk pada keunggulan baik dalam musik instrumental maupun vokal, teater, dan tari. Siswa-siswa ini dapat diidentifikasi dengan menggunakan instrumen deskripsi tugas seperti the Creative Products Scales, yang dikembangkan untuk Detroit Public Schools oleh Patrick Byrons dan Beverly Ness Parke di Wayne State University.
f.       Kemampuan psikomotor ( seperti dalam olahraga)
Ini mencakup kemampuan kinesthetik motor seperti keterampilan praktis, spasial, mekanik, dan fisik. Kemampuan tersebut jarang dipergunakan sebagai kriteria dalam program keberbakatan.
Definisi ini merupakan adopsi dari definisi U.S. Office of Education ( Maryland, 1972) dan dalam kepustakaan biasanya disebut sebagai definisi USEO.
2.      Definisi dari Abraham Maslow
Maslow membedakan antara " kreativitas aktualisasi diri “ kreativitas talenta khusus”. Orang – orang dengan kreativitas talenta khusus memiliki bakat atau talenta kreatif yang luar biasa dalam bidang seni, sastra, musik, teater, sains, bisnis, atau bidang lainnya. Orang – orang ini bisa saja menunjukkan penyesuaian diri dan aktualisasi diri yang baik, tetapi mungkin juga tidak.
Orang – orang kreatif yang mampu mengaktualisasi diri adalah sehat mental, hidup sepenuhnya dan produktif, dan cenderung menghadapi aspek kehidupannya secara fleksibel dan kreatif.
Implikasi dari pembedaan antara keduanya krativitas aktualisasi diri dan kreativitas talenta khusus adalah penekanan pada pentingnya ciri – ciri afektif dari kreativitas, ciri kepribadian, sikap, motivasi, dan predisposisi untuk berpikir kreatif.
3.      Konsepsi Renzulli tentang keberbakatan
Konsepsi “ Three-Ring Conception” dari Renzulli dan kawan – kawan ( 1981), yang menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriteria ( persyaratan) keberbakatan ialah keterkaitan antara :
g.      Kemampuan umum di atas rata – rata,
h.      Kreativitas di atas rata – rata, dan
i.        Pengikatan diri terhadap tugas ( task commitment cukup tinggi)
Menurut Renzulli, anak berbakat adalah mereka yang memiliki atau berkemampuan mengembangkan gabungan ketiga kelompok sifat tersebut dan mengaplikasikannya pada bidang kinerja kemanusiaan yang bernilai.
4.      Robert Sternberg dan Robert Wagner(1982)
Mendefinisikan keberbakatan (giftedness) sebagai "a kind of mental self-management". Manajemen mental kehidupan seseorang yang konstruktif dan bertujuan mempunyai tiga elemen dasar, yaitu: mengadaptasikan diri pada lingkungan, memilih lingkungan baru, dan membentuk lingkungan.
Menurut Sternberg dan Wagner, kunci psikologis dasar keberbakatan intelektual terdapat dalam keterampilan berwawasan (insight skills) yang mencakup tiga proses utama:
  • Memisahkan informasi yang relevan dari informasi yang irrelevan;
  • Menggabungkan kepingan-kepingan informasi yang tidak berkaitan menjadi satu keseluruhan yang terpadu;
  • Mengaitkan informasi yang baru diperoleh dengan informasi yang sudah diperoleh sebelumnya.
Sternberg dan Wagner menekankan kemampuan memecahkan masalah dan memandang siswa berbakat sebagai individu yang mampu memproses informasi secara cepat dan mempergunakan keterampilan berwawasan.






HUBUNGAN ANTARA KREATIVITAS DAN KEBERBAKATAN
Konsepsi “ Three-Ring Conception” dari Renzulli dan kawan – kawan ( 1981), yang menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriteria ( persyaratan) keberbakatan ialah keterkaitan antara :
1.      Kemampuan umum di atas rata – rata,
2.      Kreativitas di atas rata – rata, dan
3.      Pengikatan diri terhadap tugas ( task commitment cukup tinggi)
Kemampuan diatas rata – rata
Salah satu kesalahan dalam identifikasi anak berbakat ialah anggapan bahwa hanya kecerdasan dan kecakapan sebagaimana diukur dengan tes prestasi belajar yang menentukan keberbakatan dan produktivitas kreatif seseorang. Bahkan Terman ( 1959) yang dalam penelitiannya terhadap anak berbakat hanya menggunakan kriteria inteligen, dalam tulisan – tulisannya kemudian mengakui bahwa inteligensi tinggi tidak sinonim dengan keberbakatan. Wallach ( 1976 ) pun menunjukkan bahwa mencapai skor tertinggi pada tes akademis belum tentu mencerminkan potensi untuk kinerja kreatif produktif.
Dalam istilah “ kemampuan umum” tercakup barbagai bidang kemampuan yang biasanya diukur oleh tes inteligensi, prestasi, bakat, kemampuan, mental primer, dan berpikir kreatif. Sebagai contoh adalah penalaran, verbal numerical, kemampuan spasial, kelancaran dalam memberikan ide, dan orisinalitas. Kemampuan umum ini merupakan salah atu kelompok keberbakatan di samping kreativitas dan “task – commitment”.
Kreativitas diatas rata -rata
Kelompok ( cluster) kedua yang dimiliki anak / orang berbakat ialah kreativitas sebagai kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan memberikan gagasan – gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk  melihat hubungan – hubungan baru antara unsur – unsur yang sudah ada sebelumnya.
Pengikatan diri terhadap tugas
Kelompok karakteristik yang ketiga yang ditemukan pada individu yang kreatif produktif ialah pengikatan diri terhadap tugas sebagai bentuk motivasi yang internal yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet mengerjakan tugasnya, meskipun mengalami macam – macam rintangan atau hambatan, menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah mengikatkan diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
Galton meskipun menganut pandangan dasar genetis untuk keberbakatan dan “ genius “, namun dia percaya bahwa motivasi intrinsic dan kapasitas untuk bekerja keras merupakan kondisi yang perlu untuk mencapai prestasi unggul.
DAFTAR PUSTAKA
Munandar, Utami.2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : PT RINEKA CIPTA.
http://unaisatuzzahro.blogspot.com/2011/11/makalah-psikologi-kreativitas.htm