KONSEP
DIRI DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN
A. Definisi
Konsep Diri
Menurut Brehm & Kassin (1989) konsep diri
dianggap sebagai komponen kognitif dari diri sosial secara keseluruhan, yang
memberikan penjelasan tentang bagaimana individu memahami perilaku, emosi, dan
motivasinya sendiri. Secara lebih rinci Brehm dan Kassin mengatakan bahwa
konsep diri merupakan jumlah keseluruhan dari keyakinan individu tentang
dirinya sendiri.
Pendapat senada diberikan oleh Gecas (dalam Albrecht,
Chadwick & Jacobson, 1987) bahwa konsep diri lebih tepat diartikan sebagai
persepsi individu terhadap diri sendiri, yang meliputi fisik, spiritual, maupun
moral. Sementara Calhoun & Cocella (1990) mengatakan bahwa konsep diri
adalah pandangan kita tentang diri sendiri, yang meliputi dimensi: pengetahuan
tentang diri sendiri, pengharapan mengenai diri sendiri, dan penilaian tentang
diri sendiri.
Menurut Brooks (dalam Rakhmat, 2002) konsep diri
disini dimengerti sebagai pandangan atau persepsi individu terhadap dirinya,
baik bersifat fisik, sosial, maupun psikologis, dimana pandangan ini
diperolehnya dari pengalamannya berinteraksi dengan orang lain yang mempunyai
arti penting dalam hidupnya. Konsep diri ini bukan merupakan faktor bawaan,
tetapi faktor yang dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman individu
berhubungan dengan orang lain, sebagaimana dikatakan oleh Grinder (1976) bahwa
persepsi orang mengenai dirinya dibentuk selama hidupnya melalui hadiah dan
hukuman dari orang-orang di sekitarnya.
Partosuwido, dkk (1985) menambahkan bahwa konsep diri
adalah cara bagaimana individu menilai diri sendiri, bagaimana penerimaannya
terhadap diri sendiri sebagaimana yang dirasakan, diyakini dan dilakukan, baik
ditinjau dari segi fisik, moral, keluarga, personal dan sosial.
Konsep diri mempunyai arti yang lebih mendalam dari
sekedar gambaran deskriptif. Konsep diri adalah aspek yang penting dari
fungsi-fungsi manusia karena sebenarnya manusia sangat memperhatikan hal-hal
yang berhubungan dengan dirinya, termasuk siapakah dirinya, seberapa baik mereka
merasa tentang dirinya, seberapa efektif fungsi-fungsi mereka atau seberapa
besar impresi yang mereka buat terhadap orang lain (Kartikasari, 2002). Batasan
pengertian konsep diri dalam Kamus Psikologi adalah keseluruhan yang dirasa dan
diyakini benar oleh seorang individu mengenai dirinya sendiri (Kartono &
Gulo, 1987).
Berzonsky (1981) menyatakan bahwa konsep diri yang
merupakan gabungan dari aspek-aspek fisik, psikis, sosial, dan moral tersebut
adalah gambaran mengenai diri seseorang, baik persepsi terhadap diri nyatanya
maupun penilaian berdasarkan harapannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
diri adalah pandangan atau penilaian individu terhadap dirinya sendiri, baik
yang bersifat fisik, sosial, maupun psikologis, yang didapat dari hasil
interaksinya dengan orang lain.
B.
Pembentukan Konsep Diri
Konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi, dan
terus akan berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Pada
awalnya terbentuk pengertian samar-samar, yang merupakan pengalaman
berulang-ulang, yang berkaitan dengan kenyamanan atau ketidaknyamanan fisik,
sehingga pada akhirnya akan membentuk konsep dasar sebagai bibit dari konsep
diri (Asch dalam Calhoun & Cocella, 1990). Jika anak diperlakukan dengan
kehangatan dan cinta, konsep dasar yang muncul mungkin berupa perasaan positif
terhadap diri sendiri, sebaliknya jika anak mengalami penolakan, yang tertanam
adalah bibit penolakan-diri di masa yang akan datang (Coopersmith dalam Calhoun
& Cocella, 1990).
Memperkuat pendapat di atas, dijelaskan oleh Taylor,
Peplau, & Sears (1994), bahwa pengetahuan tentang diri dapat berasal dari
berbagai sumber, antara lain praktek sosialisasi, umpan balik yang diterima
dari orang lain, serta bagaimana individu merefleksikan pandangan orang lain
terhadap dirinya.
Sementara itu, Cooley (dalam Albrecht dkk, 1987)
mengatakan bahwa konsep diri seseorang berkembang melalui reaksi orang lain,
dalam artian bahwa konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu
tentang respon yang diberikan orang lain. Dengan kata lain, bahwa persepsi
tersebut merupakan konsekuensi bagi individu, dan apapun itu, semuanya dianggap
tepat. Jadi jika orang lain merespon individu secara negatif, maka hal itu
dapat membawa akibat yang cukup serius bagi konsep diri individu.
Pendapat di atas diperkuat oleh Albrecht, dkk (1987)
yang mengatakan bahwa umpan balik terhadap perilaku individu yang didapat dari
orang-orang yang cukup berarti (significant others) akan menjadi sangat
penting, baik itu berupa hadiah maupun hukuman. Dalam perkembangannya, significant
others dapat meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan
perasaan kita (Rakhmat, 2002). Lebih lanjut dijelaskan, pada masa kanak-kanak,
orangtualah yang berperan sebagai significant others. Pada masa
selanjutnya, masa sekolah sampai remaja, peran teman sebaya menjadi lebih
penting, dan ketika individu berada pada masa dewasa serta telah mencapai
kemandirian secara ekonomi, peran orangtua secara berangsur-angsur menurun, dan
digantikan oleh
teman, rekan kerja, dan pasangan hidup (Albrecht dkk, 1987).
Andayani & Afiatin (1996) menjelaskan bahwa
konsep diri terbentuk melalui proses belajar individu dalam interaksinya dengan
lingkungan sekitarnya. Interaksi tersebut akan memberikan pengalaman-pengalaman
atau umpan balik yang diterima dari lingkungannya, sehingga individu akan
mendapatkan gambaran tentang dirinya. Begitu pentingnya penilaian orang lain
terhadap pembentukan konsep diri ini, sehingga Allport (dalam Helmi &
Ramdhani, 1992) mengemukakan bahwa seorang anak akan melihat siapa dirinya
melalui penilaian orang lain terhadap dirinya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas disimpulkan
bahwa konsep diri terbentuk melalui proses belajar dan bukan merupakan faktor
bawaan dan berkembang melalui interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya
dalam bentuk umpan balik yang diterima dari orang-orang yang berarti bagi
individu.
C. Aspek-aspek
Konsep Diri
Berzonsky
(1981) mengemukakan bahwa aspek-aspek konsep diri meliputi:
1. Aspek fisik (physical self)
yaitu penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimiliki individu seperti
tubuh, pakaian, benda miliknya, dan sebagainya.
2. Aspek sosial (sosial self)
meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh individu dan sejauh mana
penilaian individu terhadap perfomannya.
3. Aspek moral (moral self)
meliputi nilai- nilai dan prinsip-prinsip yang memberi arti dan arah bagi
kehidupan individu.
4. Aspek psikis (psychological self)
meliputi pikiran, perasaan, dan sikap-sikap individu terhadap dirinya sendiri.
Sementara
itu melengkapi pendapat di atas, Fitts (dalam Burns, 1979) mengajukan aspek-aspek
konsep diri, yaitu:
1. Diri fisik (physical
self). Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang
kondisi kesehatannya, badannya, dan penampilan fisiknya.
2. Diri moral-etik (moral-ethical
self). Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang nilai- nilai
moral-etik yang dimilikinya. Meliputi sifatsifat baik atau sifat sifat jelek
yang dimiliki dan penilaian dalam hubungannya dengan Tuhan.
3. Diri sosial
(sosial self). Aspek ini mencerminkan sejauhmana perasaan mampu dan
berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain.
4. Diri
pribadi (personal self). Aspek ini menggambarkan perasaan mampu sebagai
seorang pribadi, dan evaluasi terhadap kepribadiannya atau hubungan pribadinya
engan orang lain.
5. Diri keluarga (family
self). Aspek ini mencerminkan perasaan berarti dan berharga
dalam kapasitasnya sebagai anggota keluarga.
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan dalam menjelaskan aspek-aspek konsep diri, tampak
bahwa pendapat para ahli saling melengkapi meskipun ada sedikit perbedaan,
sehingga dapat dikatakan bahwa aspek-aspek konsep diri mencakup diri fisik,
diri psikis, diri sosial, diri moral, dan diri keluarga.
D. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Konsep Diri
1.
Usia
Grinder (1978) berpendapat bahwa konsep diri pada
masa anak-anak akan mengalami peninjauan kembali ketika individu memasuki masa
dewasa.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa
konsep diri dipengaruhi oleh meningkatnya faktor usia. Pendapat tersebut
diperkuat oleh hasil penelitiannya Thompson (dalam Partosuwido, 1992) yang
menunjukkan bahwa nilai konsep diri secara umum berkembang sesuai dengan semakin
bertambahnya tingkat usia.
2.
Tingkat Pendidikan
Pengetahuan merupakan bagian dari suatu kajian yang
lebih luas dan diyakini sebagai pengalaman yang sangat berarti bagi diri
seseorang dalam proses pembentukan konsep dirinya. Pengetahuan dalam diri
seorang individu tidak dapat datang begitu saja dan diperlukan suatu proses
belajar atau adanya suatu mekanisme pendidikan tertentu untuk mendapatkan
pengetahuan yang baik, sehingga kemampuan kognitif seorang individu dapat
dengan sendirinya meningkat. Hal tersebut didasarkan pada pendapat Epstein
(1973) bahwa konsep diri adalah sebagai suatu self theory, yaitu
suatu teori yang berkaitan dengan diri yang tersusun atas dasar pengalaman
diri, fungsi, dan kemampuan diri sepanjang hidupnya.
3.
Lingkungan
Shavelson & Roger (1982) berpendapat bahwa konsep
diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan interpretasi dari
lingkungan, terutama dipengaruhi oleh penguatan-penguatan, penilain orang lain,
dan atribut seseorang bagi tingkah lakunya.
Daftar pustaka
Konsep
diri : http://aeppsikologi.blogspot.com/2011/10/konsep-diri.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar