BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan manusia merupakan perubahan yang
progresif dan berlangsung terus menerus atau berkelanjutan. Keberhasilan dalam
mencapai suatu tahap perkembangan akan sangat menentukan keberhasilan dalam
tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan, apabila ditemukan adanya satu proses
perkembangan yang terhambat, terganggu, atau bahkan terpenggal, dan kemudian
dibiarkan maka untuk selanjutnya sulit mencapai perkembangan yang optimal.
Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal.
Banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan,
gangguan, kelambatan, atau memiliki factor-faktor resiko sehingga untuk
mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus.
Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus.
Uraian di atas, mengisyaratkan bahwa secara konseptual
anak berkebutuhan khusus (children with special needs) memiliki makna
dan spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan konsep anak luar biasa, cacat,
atau berkelainan (exceptional children). Anak berkebutuhan khusus tidak
hanya mencakup anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen
akibat dari kecacatan tertentu (anak penyandang cacat), tetapi juga anak
berkebutuhan khusus yang bersifat temporer. Anak berkebutuhan khusus temporer
juga biasa disebut dengan anak dengan factor resiko, yaitu yaitu
individu-individu yang memiliki atau dapat memiliki prolem dalam
perkembangannya yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan belajar selanjutnya,
atau memiliki kerawanan atau kerentanan atau resiko tinggi terhadap munculnya
hambatan atau gangguan dalam belajar atau perkembangan selanjutnya. Bahkan,
dipercayai bahwa anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer apabila tidak
mendapatkan intervensi secara tepat sesuai kebutuhan khususnya, dapat
berkembang menjadi permanen.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud
dengan klsifikasi anak berkebutuhan khusus (ABK)?
2. Bagaimana
karakteristik anak berkebutuhan khusus?
3. Apa yang dimaksud
dengan pendidikan inklusi ?
C. TUJUAN
1.
Menjelaskan klasifikasi anak berkebutuhan khusus
2.
Menjelaskan karakteristik anak berkebutuhan khusus
3.
Menjelaskan apa yang dimaksud tentang pendidikan
inklusi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak dengan kebutuhan
khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai
anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded)
yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
Banyak
istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability,
impairment,dan handicaped. Menurut World Health
Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
1. Impairment: merupakan suatu keadaan atau kondisi di mana
individu mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis atau
fungsi struktur anatomis secara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seseorang
yang mengalami amputasi satu kakinya, maka dia mengalami kecacatan kaki.
2. Disability: merupakan
suatu keadaan di mana individu mengalami kekurangmampuan yang dimungkinkan
karena adanya keadaan impairment seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh
pada orang yang cacat kakinya, maka dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki
untuk melakukan mobilitas.
3. Handicaped: merupakan ketidak beruntungan individu yang
dihasilkan dari impairment atau disabilityyang
membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu. Handicaped juga
bisa diartikan suatu keadaan di mana individu mengalami
ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini
dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu.
Contoh orang yang mengalami amputasi kaki sehingga untuk aktivitas mobilitas
atau berinteraksi dengan lingkungannya dia memerlukan kursi roda.
Termasuk anak-anak berkebutuhan khusus yang sifatnya
temporer di antaranya adalah anak-anak penyandang post traumatic
syndrome disorder (PTSD) akibat bencana alam, perang, atau kerusuhan,
anak-anak yang kurang gizi, lahir prematur, anak yang lahir dari keluarga
miskin, anak-anak yang mengalami depresi karena perlakukan kasar, anak-anak
korban kekerasan, anak yang kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan
dengan kasar, anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar,
anak berpenyakit kronis, dan sebagainya.
Menurut Heward anak berkebutuhan khusus adalah anak
dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam
ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan
kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa
dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan
bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan
potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks
bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa
isyarat.
Anak
berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai
dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B
untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa,
SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) agak berbeda dengan
anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus berproses dan tumbuh, tidak
dengan modal fisik yang wajar, karenanya sangat wajar jika mereka terkadang
cenderung memiliki sikap defensif (menghindar), rendah diri, atau mungkin
agresif, dan memiliki semangat belajar yang lemah.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah definisi yang
sangat luas, mencakup anak-anak yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan IQ
rendah, serta anak dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi
kognitifnya mengalami gangguan.
Ada
beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak berkebutuhan
khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang
digunakan, dan merupakan terjemahan dari children with special needs yang
telah digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain
yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak
menyimpang, dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas
telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan kependekan dari diference
ability.
Anak-anak
berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam
jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada
umumnya.
The National Information Center for Children and Youth
with Disabilities (NICHCY) mengemukakan bahwa “children with special needs
or special needs children refer to children who have disabilities or who are at
risk of developing disabilities”.
Hal senada juga diajukan oleh Behr dan Gallagher
(Fallen dan Umansky, 1985:13) yang mengusulkan perlunya definisi yang lebih
fleksibel dalam mendefinisikan anak-anak berkebutuhan khusus. Artinya, tidak
hanya meliputi anak-anak berkelainan (handicapped children) sebagaimana
dirumuskan dalam P.L 94-142, tetapi juga mereka yang termasuk anak-anak
memiliki faktor resiko. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan definisi yang
lebih fleksibel, akan memberikan keuntungan bahwa hambatan yang lebih serius
dapat dicegah melalui pelayanan anak pada usia dini. Sekalipun demikian, dalam
pembahasan ini lebih memfokuskan kepada anak-anak yang termasuk dalam kategori
anak cacat atau berkelainan.
Perubahan terminologi atau istilah anak berkebutuhan
khusus dari istilah anak luar biasa tidak lepas dari dinamika perubahan
kehidupan masyarakat yang berkembang saat ini, yang melihat persoalan
pendidikan anak penyandang cacat dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis
dan holistik, dengan penghargaan tinggi terhadap perbedaan individu dan
penempatan kebutuhan anak sebagai pusat perhatian, yang kemudian telah
mendorong lahirnya paradigma baru dalam dunia pendidikan anak penyandang cacat
dari special education ke special needs education. Implikasinya, perubahan
tersebut juga harus diikuti dengan perubahan dalam cara pandang terhadap anak
penyandang cacat yang tidak lagi menempatkan kecacatan sebagai focus perhatian
tetapi kepada kebutuhan khusus yang harus dipenuhinya dalam rangka mencapai
perkembangan optimal.
Dengan demikian, layanan pendidikan tidak lagi
didasarkan atas label kecacatan anak, akan tetapi harus didasarkan pada
hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu anak atau lebih menonjolkan anak
sebagai individu yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.
Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk
memahami anak berkebutuhan khusus yaitu impairment yang berarti cacat,
disability di mana seseorang mengalami hambatan karena berkurangnya fungsi
suatu organ yang dimungkinkan karena kondisi cacat, dan handicapped,merupakan
keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam komunikasi dan sosialisasi
dengan lingkungan. Kondisi handicapped inilah yang merupakan berkebutuhan
khusus, karena untuk bersosialisasi dengan lingkungan termasuk pendidikan dan
pengajaran memerlukan perlakuan khusus.
B.
Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
1. Kelainan
Mental terdiri dari:
a.
Mental Tinggi
Sering dikenal dengan anak berbakatintelektual, di
mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rerata normal yang
signifikan juga memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
b.
Mental Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual
(IQ) di bawah rerata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar
(slow learners) yaitu anak yang memilki IQ antara 70 – 90. Sedangkan anak yang
memiliki IQ di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
c.
Berkesulitan Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar
(achivement) yang diperoleh siswa. Anak berkesulitan belajar spesifik adalah
anak yang memiliki kapasitas intelektual normal ke atas tetapi memiliki
prestasi belajar rendah pada bidang akademik tertentu.
2.
Kelainan Fisik meliputi:
a.
Kelainan Tubuh (Tunadaksa)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak
yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit
atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy (kelayuhan otak), amputasi (kehilangan organ tubuh), polio, dan lumpuh.
Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu
memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi,
sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi
sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak
mampu mengontrol gerakan fisik.
b.
Kelainan Indera Penglihatan (Tunanetra)
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam
penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
Definisi tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan
atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi
memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra
penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu
indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus
diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media
yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata.
sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS.
Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar
biasa mereka belajar mengenai orientasi dan
mobilitas. Orientasi dan
Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan
arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari
alumunium).
c.
Kelainan Pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu
berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
1.
Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB)
2. Gangguan
pendengaran ringan(41-55dB)
3. Gangguan
pendengaran sedang(56-70dB)
4. Gangguan
pendengaran berat(71-90dB)
5. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas
91dB)
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu
tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa
isyarat, untuk abjad jari
telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa
berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkankomunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan
bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung
kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Kelainan pendengaran dapat dikelompokkan menjadi 2
kelompok yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing).
d.
Kelainan Bicara (Tunawicara)
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan
pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti
orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana mungkin
disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya
ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motoris yang
berkaitan dengan bicara.
3.
Kelainan Emosi
Gangguan emosi merupakan masalah psikologis, dan hanya
dapat dilihat dari indikasi perilaku yang tampak pada individu. Adapun
klasifikasi gangguan emosi meliputi:
a. Gangguan Perilaku
-
Mengganggu di kelas
-
Tidak sabaran-terlalu cepat bereaksi
-
Tidak menghargai-menentang
-
Menyalahkan orang lain
-
Kecemasan terhadap prestasi di sekolah
-
Dependen terhadap orang lain
-
Pemahaman yang lemah
-
Reaksi yang tidak sesuai
-
Melamun, tidak ada perhatian, dan menarik diri
b. Gangguan Konsentrasi
(ADD/Attention Deficit Disorder)
Enam atau lebih gejala inattention,
berlangsung paling sedikit 6 bulan, ketidakmampuan untuk beradaptasi, dan
tingkat perkembangannya tidak konsisten. Gejala-gejala inattention tersebut
antara lain:
-
Sering gagal untuk memperhatikan secara detail, atau
sering membuat kesalahan dalam pekerjaan
sekolah atau aktivitas yang lain.
-
Sering kesulitan untuk memperhatikan tugas-tugas atau
aktivitas permainan
-
Sering tidak mendengarkan ketika orang lain berbicara
-
Sering tidak mengikuti intruksi untuk menyelesaikan
pekerjaan sekolah
-
Kesulitan untuk mengorganisir tugas-tugas dan
aktivitas-aktivitas
-
Tidak menyukai pekerjaan rumah dan pekerjaan sekolah
-
Sering tidak membawa peralatan sekolah seperti pensil,
buku, dan sebagainya
-
Sering mudah beralih pada stimulus luar
-
Mudah melupakan terhadap aktivitas sehari-hari
c. Gangguan Hiperaktive
(ADHD/Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
-
Perilaku tidak bisa diam
-
Ketidakmampuan untuk memberi perhatian yang cukup lama
-
Hiperaktivitas
-
Aktivitas motorik yang tinggi
-
Mudah buyarnya perhatian
-
Canggung
-
Infeksibilitas
-
Toleransi yang rendah terhadap frustasi
-
Berbuat tanpa dipikir akibatnya
C. Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di
Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi,
diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha
mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat
menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan
yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan
dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan
anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk
mengoptimalkan potensi yang dimiliki Salah satu kelompok yang paling
tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini
bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus
fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka
juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.
Penyelengaraan sistem pendidikan inklusi merupakan salah
satu syarat yang harus terpenuhi untuk membangun tatanan masyarakat inklusi
(inclusive society). Sebuah tatanan masyarakat yang saling menghormati dan
menjunjung tinggi nilai – nilai keberagaman sebagai bagian dari realitas
kehidupan. Pemerintah melalui PP.No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pasal 41(1) telah mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi
dengan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan
inklusi harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan
pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi
dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program
yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak penyandang
cacat adalah pentingnya pendidikan inklusi, tidak hanya memenuhi target
pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak
keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi
lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai
dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana
akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian penyandang cacat anak
akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi,
bahagia dan bertanggung jawab.
inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang ramah anak-anak. Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.
inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang ramah anak-anak. Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki
perbedaan-perbedaan baik perbedaan interindividual maupun intraindividual yang
signifikan dan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan
sehingga untuk mengembangkan potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran.
Berkebutuhan khusus merupakan istilah yang digunakan
untuk menyebutkan anak-anak luar biasa atau mengalami kelainan dalam konteks
pendidikan. Ada perbedaan yang signifikan pada penggunaan istilah berkebutuhan
khusus dengan luar biasa atau berkelainan. Berkebutuhan khusus lebih memandang
pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi dan mengembangkan kemampuannya
secara optimal, sedang pada luar biasa atau berkelainan adalah kondisi atau
keadaan anak yang memerlukan perlakuan khusus.
Memahami anak berkebutuhan khusus berarti melihat
perbedaan individu, baik perbedaan antar individu (interindividual) yaitu
membandingkan individu dengan individu lain baik perbedaan fisik, emosi maupun
intelektual, dan perbedaan antar potensi yang ada pada individu itu
sendiri (intraindividual).
Pendidikan
inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa
pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi
meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk
berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan
masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain.
B.
Saran
Dengan
penulisan makalah ini penulis mengharapkan dapat memberikan suatu penjelasan
kepada para pembaca mengenai hal-hal yang berkaitan dangan materi yang pemakalah
sampaikan. Apabila terjadi kesalahan pemakalah mohon dimaklumi.
DAFTAR PUSTAKA
Suparno.
2007. Bahan Ajar Cetak: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan Nasional.
Lathiffah,
Nurul. 2010. http://abk-dan-pendidikan-yang-pengertian.htm. (diakses tanggal 12 Maret 2011).
http://apakah-anak-anda-tergolong-anak. (diakses tanggal 12 Maret 2011).
http://wikipedia.org/anak_berkebutuhan_khusus. (diakses tanggal 12 Maret 2011).
http://sekolah-mandiri.sch.id/node/18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar