Senin, 08 Juni 2015

PANDANGAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN TENTANG ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS



BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Perkembangan manusia merupakan perubahan yang progresif dan berlangsung terus menerus atau berkelanjutan. Keberhasilan dalam mencapai suatu tahap perkembangan akan sangat menentukan keberhasilan dalam tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan, apabila ditemukan adanya satu proses perkembangan yang terhambat, terganggu, atau bahkan terpenggal, dan kemudian dibiarkan maka untuk selanjutnya sulit mencapai perkembangan yang optimal.
Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal. Banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki factor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus.
Uraian di atas, mengisyaratkan bahwa secara konseptual anak berkebutuhan khusus (children with special needs) memiliki makna dan spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan konsep anak luar biasa, cacat, atau berkelainan (exceptional children). Anak berkebutuhan khusus tidak hanya mencakup anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen akibat dari kecacatan tertentu (anak penyandang cacat), tetapi juga anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer. Anak berkebutuhan khusus temporer juga biasa disebut dengan anak dengan factor resiko, yaitu yaitu individu-individu yang memiliki atau dapat memiliki prolem dalam perkembangannya yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan belajar selanjutnya, atau memiliki kerawanan atau kerentanan atau resiko tinggi terhadap munculnya hambatan atau gangguan dalam belajar atau perkembangan selanjutnya. Bahkan, dipercayai bahwa anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer apabila tidak mendapatkan intervensi secara tepat sesuai kebutuhan khususnya, dapat berkembang menjadi permanen.




B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan klsifikasi anak berkebutuhan khusus (ABK)?
2.      Bagaimana karakteristik anak berkebutuhan khusus?
3.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusi ?

C.     TUJUAN
1.      Menjelaskan klasifikasi anak berkebutuhan khusus
2.      Menjelaskan karakteristik anak berkebutuhan khusus
3.      Menjelaskan apa yang dimaksud tentang pendidikan inklusi



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment,dan handicaped. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
1.      Impairment: merupakan suatu keadaan atau kondisi di mana individu mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi struktur anatomis secara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seseorang yang mengalami amputasi satu kakinya, maka dia mengalami kecacatan kaki.
2.      Disability: merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami kekurangmampuan yang dimungkinkan karena adanya keadaan impairment seperti kecacatan pada organ tubuh. Contoh pada orang yang cacat kakinya, maka dia akan merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk melakukan mobilitas.
3.      Handicaped: merupakan ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disabilityyang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu. Handicaped juga bisa diartikan  suatu keadaan di mana individu mengalami ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang yang mengalami amputasi kaki sehingga untuk aktivitas mobilitas atau berinteraksi dengan lingkungannya dia memerlukan kursi roda.


Termasuk anak-anak berkebutuhan khusus yang sifatnya temporer di antaranya adalah anak-anak penyandang post traumatic syndrome disorder (PTSD) akibat bencana alam, perang, atau kerusuhan, anak-anak yang kurang gizi, lahir prematur, anak yang lahir dari keluarga miskin, anak-anak yang mengalami depresi karena perlakukan kasar, anak-anak korban kekerasan, anak yang kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan dengan kasar, anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak berpenyakit kronis, dan sebagainya.
Menurut Heward anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
 Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) agak berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus berproses dan tumbuh, tidak dengan modal fisik yang wajar, karenanya sangat wajar jika mereka terkadang cenderung memiliki sikap defensif (menghindar), rendah diri, atau mungkin agresif, dan memiliki semangat belajar yang lemah.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah definisi yang sangat luas, mencakup anak-anak yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan IQ rendah, serta anak dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi kognitifnya mengalami gangguan.
            Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari children with special needs yang telah digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan kependekan dari diference ability.
            Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.
The National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) mengemukakan bahwa “children with special needs or special needs children refer to children who have disabilities or who are at risk of developing disabilities”.
Hal senada juga diajukan oleh Behr dan Gallagher (Fallen dan Umansky, 1985:13) yang mengusulkan perlunya definisi yang lebih fleksibel dalam mendefinisikan anak-anak berkebutuhan khusus. Artinya, tidak hanya meliputi anak-anak berkelainan (handicapped children) sebagaimana dirumuskan dalam P.L 94-142, tetapi juga mereka yang termasuk anak-anak memiliki faktor resiko. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan definisi yang lebih fleksibel, akan memberikan keuntungan bahwa hambatan yang lebih serius dapat dicegah melalui pelayanan anak pada usia dini. Sekalipun demikian, dalam pembahasan ini lebih memfokuskan kepada anak-anak yang termasuk dalam kategori anak cacat atau berkelainan.
Perubahan terminologi atau istilah anak berkebutuhan khusus dari istilah anak luar biasa tidak lepas dari dinamika perubahan kehidupan masyarakat yang berkembang saat ini, yang melihat persoalan pendidikan anak penyandang cacat dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis dan holistik, dengan penghargaan tinggi terhadap perbedaan individu dan penempatan kebutuhan anak sebagai pusat perhatian, yang kemudian telah mendorong lahirnya paradigma baru dalam dunia pendidikan anak penyandang cacat dari special education ke special needs education. Implikasinya, perubahan tersebut juga harus diikuti dengan perubahan dalam cara pandang terhadap anak penyandang cacat yang tidak lagi menempatkan kecacatan sebagai focus perhatian tetapi kepada kebutuhan khusus yang harus dipenuhinya dalam rangka mencapai perkembangan optimal.
Dengan demikian, layanan pendidikan tidak lagi didasarkan atas label kecacatan anak, akan tetapi harus didasarkan pada hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu anak atau lebih menonjolkan anak sebagai individu yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.
Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk memahami anak berkebutuhan khusus yaitu impairment yang berarti cacat, disability di mana seseorang mengalami hambatan karena berkurangnya fungsi suatu organ yang dimungkinkan karena kondisi cacat, dan handicapped,merupakan keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam komunikasi dan sosialisasi dengan lingkungan. Kondisi handicapped inilah yang merupakan berkebutuhan khusus, karena untuk bersosialisasi dengan lingkungan termasuk pendidikan dan pengajaran memerlukan perlakuan khusus.



B.     Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus

1. Kelainan Mental terdiri dari:
a. Mental Tinggi
Sering dikenal dengan anak berbakatintelektual, di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rerata normal yang signifikan juga memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
b. Mental Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual (IQ) di bawah rerata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learners) yaitu anak yang memilki IQ antara 70 – 90. Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
c. Berkesulitan Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achivement) yang diperoleh siswa. Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang memiliki kapasitas intelektual normal ke atas tetapi memiliki prestasi belajar rendah pada bidang akademik tertentu.

2. Kelainan Fisik meliputi:
a. Kelainan Tubuh (Tunadaksa)
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy (kelayuhan otak), amputasi (kehilangan organ tubuh), polio, dan lumpuh.
Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
b. Kelainan Indera Penglihatan (Tunanetra)
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
Definisi tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS.
Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai orientasi dan mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
c. Kelainan Pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
1.      Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB)
2.  Gangguan pendengaran ringan(41-55dB)
3. Gangguan pendengaran sedang(56-70dB)
4. Gangguan pendengaran berat(71-90dB)
5. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB)
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkankomunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Kelainan pendengaran dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing).
d. Kelainan Bicara (Tunawicara)
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana mungkin disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motoris yang berkaitan dengan bicara.
3. Kelainan Emosi
Gangguan emosi merupakan masalah psikologis, dan hanya dapat dilihat dari indikasi perilaku yang tampak pada individu. Adapun klasifikasi gangguan emosi meliputi:
a.       Gangguan Perilaku
-          Mengganggu di kelas
-          Tidak sabaran-terlalu cepat bereaksi
-          Tidak menghargai-menentang
-          Menyalahkan orang lain
-          Kecemasan terhadap prestasi di sekolah
-          Dependen terhadap orang lain
-          Pemahaman yang lemah
-          Reaksi yang tidak sesuai
-          Melamun, tidak ada perhatian, dan menarik diri
b.    Gangguan Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder)
Enam atau lebih gejala inattention, berlangsung paling sedikit 6 bulan, ketidakmampuan untuk beradaptasi, dan tingkat perkembangannya tidak konsisten. Gejala-gejala inattention tersebut antara lain:
-          Sering gagal untuk memperhatikan secara detail, atau sering membuat kesalahan dalam     pekerjaan sekolah atau aktivitas yang lain.
-          Sering kesulitan untuk memperhatikan tugas-tugas atau aktivitas permainan
-          Sering tidak mendengarkan ketika orang lain berbicara
-          Sering tidak mengikuti intruksi untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah
-          Kesulitan untuk mengorganisir tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas
-          Tidak menyukai pekerjaan rumah dan pekerjaan sekolah
-          Sering tidak membawa peralatan sekolah seperti pensil, buku, dan sebagainya
-          Sering mudah beralih pada stimulus luar
-          Mudah melupakan terhadap aktivitas sehari-hari
c.       Gangguan Hiperaktive (ADHD/Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
-          Perilaku tidak bisa diam
-          Ketidakmampuan untuk memberi perhatian yang cukup lama
-          Hiperaktivitas
-          Aktivitas motorik yang tinggi
-          Mudah buyarnya perhatian
-          Canggung
-          Infeksibilitas
-          Toleransi yang rendah terhadap frustasi
-           Berbuat tanpa dipikir akibatnya

C.    Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.
Penyelengaraan sistem pendidikan inklusi merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi untuk membangun tatanan masyarakat inklusi (inclusive society). Sebuah tatanan masyarakat yang saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai – nilai keberagaman sebagai bagian dari realitas kehidupan. Pemerintah melalui PP.No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 41(1) telah mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi dengan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusi harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak penyandang cacat adalah pentingnya pendidikan inklusi, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian penyandang cacat anak akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab.
inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang ramah anak-anak. Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.












BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-perbedaan baik perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan dan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran.
Berkebutuhan khusus merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan anak-anak luar biasa atau mengalami kelainan dalam konteks pendidikan. Ada perbedaan yang signifikan pada penggunaan istilah berkebutuhan khusus dengan luar biasa atau berkelainan. Berkebutuhan khusus lebih memandang pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi dan mengembangkan kemampuannya secara optimal, sedang pada luar biasa atau berkelainan adalah kondisi atau keadaan anak yang memerlukan perlakuan khusus.
Memahami anak berkebutuhan khusus berarti melihat perbedaan individu, baik perbedaan antar individu (interindividual) yaitu membandingkan individu dengan individu lain baik perbedaan fisik, emosi maupun intelektual, dan perbedaan antar potensi yang ada pada individu  itu sendiri (intraindividual).
Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain.

B.                 Saran
Dengan penulisan makalah ini penulis mengharapkan dapat memberikan suatu penjelasan kepada para pembaca mengenai hal-hal yang berkaitan dangan materi yang pemakalah sampaikan. Apabila terjadi kesalahan pemakalah mohon dimaklumi.



DAFTAR PUSTAKA

Suparno. 2007. Bahan Ajar Cetak: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan Nasional.
Lathiffah, Nurul. 2010. http://abk-dan-pendidikan-yang-pengertian.htm. (diakses tanggal 12 Maret 2011).
Sigit. 2009. http://anak-berkebutuhan-khusus. (diakses tanggal 12 Maret 2011).
http://apakah-anak-anda-tergolong-anak. (diakses tanggal 12 Maret 2011).
http://wikipedia.org/anak_berkebutuhan_khusus. (diakses tanggal 12 Maret 2011).
http://sekolah-mandiri.sch.id/node/18




Tidak ada komentar:

Posting Komentar